Tiga Hal Dibenci Allah yang Jarang Disadari
Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil. (Penulis Lepas Lintas Jogja)(Beradoknews.Com)-
Kezaliman adalah sifat dasar dari kebencian. Karena segala sesuatu berpuncak pada Allah, maka kezaliman sesungguhnya ketidaktundukan pada kehendak Allah. Dibenci Allah menjadi sebab tiga hal tersebut sesungguhnya juga dibenci oleh manusia seluruhnya.
Kebencian yang berakar pada kezaliman baik terhadap sesama makhluk sampai kepada puncaknya yaitu Tuhan bisa disadari maupun sebab tertentu seperti kesombongan, kelalaian yang lambat laun menghasilkan kebodohan yang terus terpelihara akhirnya tidak menyadari kelemahan di hadapan kehendak Tuhan. Seperti perilaku Iblis yang merasa mulia di hadapan Tuhan dibanding Adam sehingga merasa berhak membantah kehendak Tuhan untuk sujud dalam rangka menghormatinya.
Perilaku Iblis tersebut kemudian dia teruskan terhadap Adam dan keturunannya dengan mengganggu, menggoda dan berusaha sebisa daya tanpa henti dengan keturunan dan bala tentaranya agar menjadi bagian daripadanya. Maka kemungkinan penting untuk memahami hal yang dibenci Allah agar dapat dihindari dengan kesadaran atau ilmu.
1. Mengatakan namun tidak melakukan
Mengatakan maksudnya menyuruh sesuatu kebaikan namun tidak dilakukan. Artinya bukan dalam arti mengingatkan diri sendiri atau terhadap orang lain namun menyuruh sesuatu yang jelas perintah namun dia sendiri tidak melakukan. Alasannya bukan yang syar’i namun lebih kepada tujuan dunia. Hal ini sempat disinggung Allah berupa peringatan terhadap Bani Israil sebagaimana tercantum dalam Qur’an Surat Al-Baqarah 44, artinya: “mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?”
As-Saff 2: “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?”
Selanjutnya ditekankan dengan diulang lagi pada as-Saff 3: ” “(itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
2. Melarang namun justru melakukan
Melarang sesuatu atau memberitahu suatu larangan namun diri sendiri melanggar sesuatu tersebut. Memberitahu termaksud tidak dalam tujuan memperingatkan namun tujuan yang justru untuk diperbaiki atau ditingkatkan. Tujuannya bukan suatu kebaikan bersama namun egoisme atau keinginan pribadi, sayangnya bertujuan keduniaan.
3. Senang atas yang bukan hasil yang bukan dia lakukan
Senang atas suatu hasil atau bangga terhadap suatu kesuksesan yang tidak diusahakannya. Dia bangga terhadap apa yang dirinya sendiri tidak miliki namun berani membanggakan diri sendiri.
Tiga poin di atas selain memang jarang diangkat atau dijadikan materi dalam kajian seperti Fiqih, Tauhid sampai disiplin Tasawwuf namun justru menjadi penting lantaran bagian dari yang tidak terpisahkan dalam ajaran agama. Selain itu, menjadi tidak populer dalam kritik dalam menjalankan kehidupan berikut menjalankan agama sebab relatif bersifat halus sebabnya setiap orang berpotensi melanggarnya, terhadap kehidupan bersama cenderung berpotensi tertuding sebagai orang yang menjual atau berbuat sekedar mengatasnamakan agama untuk kepentingannya lantaran tidak mampu melihat persoalan dan menjatuhkan nilai/hukum terhadap suatu fenomena atau persoalan tersebut secara kurang fair atau dirasa tidak adil, “Allahu a’lam!”