Pangkalpinang – Skandal tambang timah yang mengguncang Bangka Belitung telah meninggalkan jejak luka mendalam bagi perekonomian provinsi ini. Kasus hukum yang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak hanya mengungkap korupsi di sektor tambang tetapi juga memicu dampak sosial-ekonomi yang serius, mulai dari lonjakan pengangguran hingga melemahnya daya beli masyarakat. Rabu (25/12/2024).
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bangka Belitung, Devi Valeriani, dalam Diskusi Panel Tantangan dan Potensi Ekonomi Bangka Belitung 2025 yang digelar di Graha Kantor Pusat PT Timah Tbk., mengungkapkan data mengejutkan. Menurutnya, PHK massal yang terjadi akibat skandal ini menjadi titik nadir perekonomian Babel.
“Sebanyak 1.329 orang kehilangan pekerjaan, jauh lebih besar dibandingkan angka 38 PHK di tahun sebelumnya. Ini dampak langsung dari smelter-smelter yang terlibat dalam kasus hukum. Kehilangan pekerjaan ini berimbas pada melemahnya pendapatan rumah tangga, daya beli, dan konsumsi, sehingga menekan pertumbuhan ekonomi,” ujar Devi.
Pengangguran dan Beban Pajak
Bangka Belitung menghadapi persoalan pelik di sektor tenaga kerja. Data menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di provinsi ini didominasi oleh lulusan sekolah menengah, dengan 30,55 persen dari SMA dan 22,82 persen dari SMK.
“Ini angka yang tinggi dan harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah,” tambah Devi.
Dampak lainnya adalah melemahnya kemampuan masyarakat membayar pajak. Dengan rasio pajak daerah (local tax ratio) hanya 0,69 persen, jauh di bawah angka nasional sebesar 2,9 persen, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Babel juga terancam turun dibandingkan tahun 2023.
“Ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer dari pusat sangat tinggi, mencapai 80,7 persen dari total pendapatan. Kemandirian fiskal daerah yang rendah ini membuat pemulihan ekonomi semakin sulit,” kata Devi.
Tantangan Pemulihan Ekonomi
Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung, Fadillah Sabri, mengakui bahwa memulihkan ekonomi Babel memerlukan waktu panjang.
Dengan pertumbuhan ekonomi triwulan III hanya 0,13 persen, harapan mencapai 4 persen terasa seperti loncatan yang nyaris mustahil.
“Kita masih sangat bergantung pada sektor timah. Sayangnya, sektor lain belum mampu menjadi alternatif yang kuat. Bangka Belitung butuh langkah revolusioner dalam tata kelola pertambangan dan strategi ekonomi,” tegas Fadillah.
Ia menyoroti lemahnya penegakan hukum di sektor tambang. “Korupsi tambang di mana-mana. Aparat yang seharusnya menjadi wasit justru ikut bermain. Ini problem mendasar yang harus segera diatasi,” ujar dia.
Hilirisasi dan Transformasi Ekonomi
Perencana Ahli Madya Kementerian PPN/Bappenas, Fidelia Silvana, menekankan pentingnya transformasi ekonomi Babel dari industri pengolahan logam. Menurutnya, target pertumbuhan ekonomi 7 persen pada tahun 2029 memerlukan inovasi dan strategi yang matang.
“Industri pengolahan logam dasar, termasuk timah, harus menjadi penggerak utama. Tapi tanpa akselerasi kebijakan, target ini sulit tercapai. Kita perlu intervensi pemerintah pusat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Fidelia.
PT Timah Tbk., sebagai aktor utama dalam industri timah Babel, juga memiliki tantangan besar. Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk., Nur Adi Kuncoro, menyatakan bahwa 91 persen hasil produksi timah diekspor, sementara konsumsi dalam negeri hanya 9 persen.
“Hilirisasi menjadi tantangan utama. Kami telah melakukan upaya hilirisasi selama 10 tahun untuk meningkatkan nilai tambah logam timah. Namun, lokasinya berada di Cilegon karena infrastruktur di sana lebih siap dibandingkan Babel,” ujar Nur Adi.
Harapan dan Solusi
Meski tantangan berat menghadang, potensi sumber daya alam (SDA) Babel tetap menjadi harapan untuk masa depan. Dengan visi yang selaras antara pemerintah daerah dan PT Timah, pemulihan ekonomi dapat dipercepat.
Namun, kunci utama keberhasilan ada pada perbaikan tata kelola dan penegakan hukum yang tegas. Skandal tambang harus menjadi pelajaran besar untuk membangun Babel yang lebih transparan, berdaya saing, dan mandiri secara ekonomi.
“Ini waktu yang tepat untuk berbenah. Pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama mengambil langkah strategis agar Bangka Belitung tidak hanya bergantung pada timah, tetapi juga mampu mengembangkan sektor-sektor lain yang potensial,” tutup Fadillah Sabri.
Dengan perbaikan tata kelola pertambangan, akselerasi kebijakan ekonomi, dan hilirisasi yang efektif, Bangka Belitung memiliki peluang untuk bangkit dari keterpurukan. Meski sulit, optimisme harus tetap dijaga untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Babel. (KBO Babel)