PUDING BESAR —Aktivis sosial sekaligus pegiat keterbukaan informasi, Edi Irawan ST, kembali menunjukkan konsistensinya dalam memperjuangkan hak publik atas informasi. Dalam kegiatan bertajuk Ngaji Hukum: Memahami Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, yang digelar Majelis Taklim Berkumpul di Desa Puding Besar, Sabtu (26/07/2025), Edi mengupas tuntas peran penting Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 yang selama ini menurutnya “hampir hilang dari kesadaran publik”. Minggu (27/7/2025).

Majelis Taklim Berkumpul merupakan wadah lintas usia yang selama ini mendalami hukum Islam melalui kitab klasik Al-Hikam, kitab kuning yang banyak dipelajari di pesantren-pesantren di Indonesia.

Namun kali ini, semangat belajar para jamaah meluas ke ruang hukum negara, khususnya isu keterbukaan informasi publik yang dianggap relevan dan penting bagi kesejahteraan masyarakat.

Edi menyebut bahwa keterbukaan informasi adalah taman tempat pikiran masyarakat bisa bertumbuh dan berkembang.

“Undang-Undang ini telah melahirkan banyak aktivitas sosial yang mendorong reformasi birokrasi. Tapi sayangnya, 17 tahun setelah diundangkan, banyak pejabat publik seakan lupa—atau pura-pura lupa,” kritik Edi di hadapan para peserta yang datang dari 11 desa di Kabupaten Bangka, seperti Desa Mabat, Kemuja, Sleman, dan Dalil.

Menurut Edi, banyak badan publik di Bangka Belitung masih bersikap tertutup, bahkan kerap mempersulit permintaan informasi yang sah.

“Saya alami sendiri, banyak dinas berdalih tidak tahu mekanisme, padahal mereka wajib tahu. Ini bukan soal tidak tahu aturan, ini soal tidak ada kemauan untuk jujur dan melayani,” ujarnya tegas.

Ia juga menyoroti betapa pentingnya edukasi publik terkait hak atas informasi. Baginya, masyarakat berhak tahu ke mana arah kebijakan, bagaimana anggaran negara digunakan, dan siapa yang bertanggung jawab di balik setiap kebijakan.

“Semua yang dibiayai APBN dan APBD adalah informasi publik. Titik,” tegasnya.

Tak kalah menarik, Edi mengajak masyarakat, khususnya kalangan pesantren dan majelis taklim, untuk mulai mengintegrasikan nilai-nilai hukum negara dengan nilai-nilai keislaman.

Menurutnya, tak ada pertentangan antara keduanya jika sama-sama menjunjung keadilan dan kemaslahatan.

“Diskusi seperti ini adalah mutiara yang sangat berharga. Kami berterima kasih kepada panitia, khususnya Saudara Adi dan rekan-rekan, yang berani menginisiasi forum ini. Percakapan hukum seperti ini harus menjadi kebiasaan, bukan hanya acara seremonial,” tambahnya.

Edi juga menyinggung bahwa lahirnya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 bukanlah proses yang mudah.

Ia merupakan hasil desakan panjang masyarakat sipil sejak satu tahun setelah kejatuhan Presiden Soeharto.

“Butuh waktu 9 tahun untuk disahkan. Artinya, ini bukan hukum main-main. Jangan dianggap remeh,” ujarnya sambil tersenyum.

Menutup diskusi, Edi menyerukan kepada Pemerintah Provinsi Bangka Belitung agar lebih proaktif mendukung gerakan seperti ini.

“Kita butuh lebih banyak pemuda yang berani seperti ini. Yang siap berhadapan dengan kekuasaan demi membela hak rakyat atas informasi,” pungkasnya. (Beradoknews.com KBO Babel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *