Jakarta – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap Harun Masiku. Penetapan ini mencuat setelah melalui proses penyidikan yang panjang dan ekspose kasus yang dilakukan oleh KPK pada 20 Desember 2024. Kamis (26/12/2024).

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers Selasa (24/12/2024), menjelaskan bahwa Hasto diduga terlibat dalam pemberian hadiah atau janji kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.

Dugaan ini terkait upaya memenangkan Harun Masiku sebagai anggota legislatif melalui jalur pergantian antarwaktu (PAW).

Penetapan tersangka Hasto tercantum dalam Surat Penyidikan Sprindik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.

“Tersangka HK bersama-sama Harun Masiku dan pihak lain diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji untuk memengaruhi keputusan terkait pergantian antarwaktu,” ujar Setyo.

Kronologi Kasus
Kasus ini bermula pada pemilu legislatif 2019 di Dapil Sumsel I. Harun Masiku hanya meraih 5.878 suara, jauh di bawah caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia, yang memperoleh 44.402 suara.

Namun, kursi yang seharusnya menjadi milik Riezky diperebutkan setelah meninggalnya Nazarudin Kiemas, caleg unggulan PDIP.

Hasto diduga berperan aktif dalam mengupayakan Harun Masiku menggantikan Riezky Aprilia. Salah satu langkahnya adalah mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) pada 24 Juni 2019 dan mengirimkan surat nomor 2576/ex.dpp/viii/2019 tanggal 5 Agustus 2019 untuk pelaksanaan putusan tersebut.

Namun, ketika KPU tidak melaksanakan putusan MA, Hasto mencoba pendekatan lain. Ia meminta fatwa kepada MA dan berusaha menekan Riezky Aprilia agar mundur.

Bahkan, Hasto menginstruksikan Saeful Bahri untuk menemui Riezky di Singapura, yang juga berujung pada penolakan.

“Surat undangan pelantikan sebagai anggota DPR atas nama Riezky Aprilia bahkan ditahan oleh Saudara HK, dan permintaan agar Riezky mundur tetap dilakukan setelah pelantikan,” kata Setyo.

Harta Kekayaan Hasto
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Hasto terakhir kali melaporkan hartanya pada 22 Desember 2003. Saat itu, ia memiliki kekayaan senilai Rp 1,19 miliar.

Kala itu, Hasto menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2004-2009 dari Fraksi PDIP dan ditempatkan di Komisi VI yang membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, dan koperasi.
Namun, sejak saat itu, Hasto belum pernah memperbarui laporan kekayaannya. Statusnya sebagai tersangka kini memunculkan pertanyaan tentang apakah ada peningkatan signifikan dalam aset yang belum dilaporkan secara resmi.

Empat Tersangka Sebelumnya
Kasus ini sebenarnya telah mencuat sejak 2020, ketika KPK menetapkan empat tersangka lainnya, yakni Harun Masiku dan Saeful Bahri sebagai pemberi suap, serta Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F. sebagai penerima.

Harun Masiku sendiri hingga kini masih buron dan menjadi simbol kegagalan penegakan hukum dalam kasus korupsi di Indonesia.

Penetapan Hasto sebagai tersangka semakin menyoroti skandal besar yang melibatkan elit politik dan celah dalam sistem pemilu di Indonesia.

Langkah KPK ini diharapkan mampu memperjelas alur kasus serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi di lingkup politik nasional.

Dengan statusnya sebagai tersangka, nasib karier politik Hasto Kristiyanto kini berada di ujung tanduk, menyisakan pertanyaan besar tentang masa depan PDIP di tengah gejolak kasus korupsi ini.(Sunarto/KBO Babel)

By a w

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *