Makassar – Dunia pendidikan di UIN Alauddin Makassar kini tercoreng oleh kasus yang mengejutkan. Dr. Andi Ibrahim, S.Ag., S.S., M.Pd., Kepala UPT Perpustakaan sekaligus dosen berprestasi di kampus tersebut, kini terseret dalam jaringan pencetakan dan peredaran uang palsu. Pihak kepolisian Polres Gowa telah menetapkan Andi Ibrahim sebagai tersangka utama dalam kasus ini bersama dengan 14 orang lainnya. Kamis (19/12/2024)
Kasus ini pertama kali terungkap setelah polisi melakukan penyelidikan terkait dugaan percetakan dan peredaran uang palsu di dalam lingkungan kampus UIN Alauddin Makassar. Pada awalnya, penyidik menemukan sejumlah uang palsu senilai Rp 500.000 yang memiliki emisi terbaru.
Penyelidikan lebih lanjut mengarah pada sebuah pabrik uang palsu yang beroperasi di gedung perpustakaan kampus tersebut. Dari pengembangan kasus, polisi akhirnya berhasil mengamankan uang palsu dengan total mencapai Rp 446.700.000 dalam pecahan seratus ribu.
Andi Ibrahim, yang dikenal sebagai seorang akademisi dan dosen dengan segudang prestasi, kini menjadi sorotan publik. Dengan latar belakang pendidikan yang cemerlang, Andi Ibrahim memiliki reputasi yang baik sebagai ahli di bidang manajemen literasi dan perpustakaan.
Ia telah menyelesaikan pendidikan doktoralnya di UIN Alauddin Makassar pada 2019, sebelumnya meraih gelar magister di Universitas Negeri Malang pada 2002, serta sarjana sastra dari Universitas Indonesia pada 1998.
Selain menjabat sebagai Kepala Perpustakaan, Andi Ibrahim juga aktif sebagai dosen yang sering menjadi narasumber dalam berbagai workshop akademik, khususnya yang berfokus pada perpustakaan dan literasi.
Namun, perjalanan karier akademis yang gemilang ini kini terhenti setelah ia diduga terlibat dalam kegiatan ilegal yang merusak reputasi dunia pendidikan. Polisi menyatakan bahwa Andi Ibrahim merupakan otak utama dalam percetakan uang palsu yang ditemukan di kampus hijau tersebut.
Kepolisian Polres Gowa mengungkapkan bahwa mesin cetak uang palsu ditemukan di ruang belakang gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Mesin tersebut diduga digunakan untuk memproduksi uang palsu dalam jumlah besar.
Dalam konferensi pers, Kapolres Gowa, AKBP Rheonald T. Simanjuntak, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengamankan mesin cetak yang digunakan untuk memproduksi uang palsu. Meskipun demikian, ia menyatakan bahwa pihaknya masih perlu berkoordinasi dengan ahli untuk memeriksa jenis dan spesifikasi mesin tersebut.
“Salah satu barang buktinya ada mesin di belakang yang masih kita cek ini, dan perkara ini terungkap atas kerja sama tim, kami berdasarkan join investigasi dan kami lakukan penyelidikan ini menggunakan teknologi scientific investigasi,” jelas AKBP Rheonald.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi tidak hanya mengamankan uang palsu senilai Rp 446 juta, tetapi juga menemukan lebih dari 100 jenis barang bukti lainnya. Uang palsu yang ditemukan memiliki kualitas yang cukup baik dan cukup sulit dibedakan dari uang asli.
Polisi menyebutkan bahwa mereka telah bekerjasama dengan berbagai pihak, termasuk Bank Indonesia, BRI, dan BNI, untuk mengidentifikasi keaslian uang tersebut.
“Barang bukti yang kita temukan di dalam kampus tersebut, pecahan seratus ribu, ini masih ada barang bukti lainnya,” ungkap Kapolres Gowa.
Selain itu, penyidik juga menemukan sejumlah tersangka lain yang terlibat dalam jaringan pencetakan uang palsu ini. Total, 15 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Beberapa di antaranya diketahui merupakan anggota jaringan yang membantu operasional pabrik uang palsu di kampus tersebut.
Meskipun Andi Ibrahim dikenal sebagai seorang pejabat kampus dan dosen berprestasi, keterlibatannya dalam kasus ini menunjukkan adanya penyalahgunaan kewenangan yang merusak citra dunia pendidikan.
Kasus ini telah memicu perhatian luas, khususnya di kalangan civitas akademika dan masyarakat umum. Banyak yang merasa terkejut dan kecewa dengan keterlibatan seorang tokoh akademik dalam kejahatan semacam ini. Banyak pihak berharap agar pihak kepolisian dapat segera menuntaskan kasus ini dengan transparansi, sehingga para pelaku dapat diberikan sanksi yang setimpal.
Keterlibatan Andi Ibrahim dalam kasus pencetakan uang palsu ini menyisakan pertanyaan besar mengenai pengawasan dan keamanan di lingkungan kampus, yang sejatinya harus menjadi tempat yang aman dan kondusif untuk proses pendidikan.
Penyelidikan lebih lanjut diharapkan dapat mengungkap lebih banyak informasi terkait siapa saja yang terlibat dalam jaringan ini dan bagaimana jaringan tersebut beroperasi dalam skala yang lebih besar.
Dunia pendidikan yang selama ini diharapkan menjadi tempat untuk mencetak generasi penerus bangsa yang berintegritas kini harus menghadapi kenyataan pahit atas terungkapnya kasus ini.
Harapan publik kini tertuju pada proses hukum yang transparan dan adil untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan di Indonesia. (Ari Wibowo/KBO Babel)