TOBOALI, 23 Mei 2025 — Sebuah kabar memilukan datang dari Kecamatan Payung, Kabupaten Bangka Selatan. Seorang oknum ustadz berinisial M (40), yang menjabat sebagai pimpinan sebuah pondok pesantren, diduga telah mencabuli 12 santri laki-laki. Sabtu (24/5/2025).
Kasus ini kini tengah dalam penyelidikan serius pihak kepolisian dan menjadi sorotan tajam masyarakat.
Kejahatan ini terungkap berkat kepekaan seorang ustadz lain, berinisial J, yang datang ke pondok tersebut dan mencurigai adanya perilaku tidak wajar dari pimpinan pesantren terhadap para santri.
Tak ingin tinggal diam, ustadz J segera melaporkan temuannya ke Polsek Payung.
Menindaklanjuti laporan itu, pihak kepolisian langsung mengamankan M dan memulai proses penyelidikan mendalam. Hasil awal sangat mengejutkan: satu korban mengaku telah dicabuli sebanyak lima kali, dan 11 santri lainnya juga menyatakan hal senada—menjadi korban perilaku menyimpang dari sosok yang seharusnya menjadi panutan moral.
Kasat Reskrim Polres Bangka Selatan, AKP Raja Taufik Ikrar Bintuni, menegaskan bahwa pihaknya kini tengah melakukan pemeriksaan intensif terhadap korban, saksi, serta terduga pelaku.
“Proses pendalaman dilakukan secara hati-hati, karena seluruh korban masih di bawah umur. Kami memastikan bahwa penanganan perkara ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, dengan mengutamakan perlindungan korban,” jelas AKP Raja Taufik.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Basel pun turut terlibat dalam proses pemeriksaan, demi menjamin pendekatan ramah anak.
Meski begitu, hingga saat ini terduga pelaku masih bersikeras membantah seluruh tuduhan.
Di tengah proses hukum yang berjalan, masyarakat Bangka Selatan diguncang oleh kenyataan pahit ini. Publik mempertanyakan bagaimana pengawasan di lembaga pendidikan, khususnya pesantren yang kerap kali tertutup dari kontrol eksternal, bisa begitu longgar sehingga memungkinkan terjadinya kekerasan seksual dalam waktu yang belum diketahui secara pasti lamanya.
Pemerhati anak pun angkat bicara. Mereka menilai kasus ini bukan sekadar kriminalitas individu, tetapi sinyal darurat perlunya evaluasi sistemik terhadap tata kelola lembaga pendidikan agama.
“Ini bukan hanya tentang satu pelaku. Ini soal sistem pengawasan yang lemah. Anak-anak harus dijamin keamanannya, apalagi di lingkungan pendidikan yang berbasis nilai moral dan spiritual,” ujar salah satu aktivis perlindungan anak di Bangka Belitung.beradoknews.com
(KBO Babel)