Mentok – Keresahan masyarakat Desa Selindung, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, kembali memuncak menyusul dugaan aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh CV MRS, mitra PT Timah Tbk. Perusahaan ini diduga kuat melakukan penambangan pasir timah di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Selindung yang masuk dalam kawasan hutan bakau dan wilayah perairan yang sensitif secara ekologis. Senin (21/4/2025).
Berdasarkan hasil penelusuran tim media beradoknew.com, jejaring KBO Babel, aktivitas tambang tersebut disebut-sebut hanya berlindung di balik Surat Perintah Kerja (SPK) dari PT Timah, namun kenyataannya berada di wilayah yang sebelumnya telah dinyatakan terlarang untuk kegiatan tambang oleh PT Timah sendiri.
“Kami kecewa, tahun lalu CV lain seperti TORABIKA saja tidak diizinkan menambang di wilayah DAS Selindung, kenapa sekarang CV MRS bisa bebas beroperasi?” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Lebih jauh, dugaan keterlibatan oknum berpengaruh, termasuk salah satu pejabat lapangan PT Timah (Wastam), mencuat dalam pengumpulan informasi lapangan.
Masyarakat meyakini bahwa aktivitas ini bukan hanya melanggar etika lingkungan, tetapi juga telah menjelma menjadi skema tambang ilegal yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Dugaan Pelanggaran Hukum
Aktivitas penambangan CV MRS di DAS Selindung diduga telah melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pasal tersebut dengan tegas menyatakan:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi (IUP, IUPK, atau izin lainnya) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Selain itu, kegiatan penambangan di kawasan hutan bakau dan DAS yang sensitif secara ekologis juga berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf a, yang melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Dalam konteks tata kelola pemerintah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Koordinasi dan Sinkronisasi Penanganan Masalah Lingkungan Hidup, menegaskan perlunya keterlibatan aktif aparat penegak hukum (APH) dalam mengawasi dan menindak setiap bentuk pelanggaran terhadap lingkungan.
Harapan dan Desakan Masyarakat
Masyarakat Desa Selindung secara khusus menaruh harapan kepada Kapolres Bangka Barat, AKBP Pradana Aditya Nugraha, SIK, yang meskipun baru menjabat beberapa bulan, dinilai memiliki integritas dan keberanian untuk mengambil langkah strategis.
“Kami percaya, Kapolres mampu membenahi carut marut tambang ilegal yang makin menggila di DAS Selindung. Ini soal masa depan anak cucu kami,” ujar warga lainnya yang juga menjadi saksi kerusakan lingkungan di wilayah mereka.
Warga mendesak agar Kapolres segera melakukan investigasi, baik terhadap CV MRS, pihak-pihak yang diduga memberikan perlindungan, maupun oknum yang mencatut nama PT Timah untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
“Jika tidak ada tindakan nyata dari pihak kepolisian, kami siap menempuh jalur hukum kolektif,” tegas perwakilan warga Selindung.
Sindikasi Tambang Ilegal: Ujian Integritas APH
Dugaan praktik tambang ilegal di DAS Selindung bukan sekadar persoalan hukum, melainkan ujian integritas bagi seluruh jajaran APH di Bangka Barat.
Warga menilai, carut marutnya pertambangan di daerah tersebut telah menjadi seperti jaringan sindikat terorganisir yang melibatkan oknum di berbagai lini—dari pelaku tambang, penadah, hingga pengatur wilayah.
Kondisi ini, menurut warga, sangat berbahaya bagi tatanan hukum dan moral masyarakat, karena mengajarkan generasi muda bahwa melanggar hukum bisa “dihalalkan” asalkan memiliki koneksi dan kekuasaan.
“Sudah saatnya tambang ilegal ini diberantas tuntas. Jangan tunggu lingkungan rusak total atau konflik horizontal muncul,” tambah seorang tokoh pemuda desa.
Dengan kerusakan DAS Selindung yang kini sudah dalam kondisi parah dan mengancam ekosistem bakau serta kualitas perairan sekitar, semua mata kini tertuju pada langkah konkret dari aparat kepolisian dan instansi terkait.
Apakah CV MRS akan tetap dibiarkan leluasa menambang dengan mengatasnamakan SPK? Atau justru ini momentum bagi penegak hukum untuk membuktikan bahwa hukum dan perlindungan lingkungan masih memiliki arti di Bangka Barat?.
Sementara tanggapan konfimasi dari kapolres bangka barat AKBP PRADANA ADITYA NUGRAHA,SIK melalui pintu whatsapp,”terimakasih informasinya nanti kami tindaklanjuti”(Jon Kenedy/KBO Babel)